Minggu, 29 Mei 2011

Patient Care with NAPZA


A.    Definisi NAPZA
NAPZA adalah zat-zat kimiawi yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia, baik ditelan melalui mulut, dihirup melalui hidung maupun disuntikkan melalui urat darah. Zat-zat kimia itu dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan, dan perilaku seseorang. Pemakaian terus menerus akan mengakibatkan ketergantungan fisik dan atau psikologis. Risiko yang pasti terjadi adalah kerusakan pada sistem syaraf dan organ – organ penting lainnya seperti jantung, paru-paru, dan hati (www.unicef.org).
Untuk keterangan lebih jelasnya NAPZA diklasifikasikan dalam beberapa jenis, yang mana keterangannya akan dijelaskan pada lampiran.

B.       Penggunaan NAPZA yang Dibenarkan
Sebetulnya NAPZA banyak dipakai untuk kepentingan pengobatan, misalnya menenangkan pasien atau mengurangi rasa sakit. Tetapi karena efeknya “enak” bagi pemakai, maka NAPZA kemudian dipakai secara salah, yaitu bukan untuk pengobatan tetapi untuk mendapat rasa nikmat.
Penggunaan NAPZA yang dibenarkan tak terlepas dari alasan sebagai terapi medikasi, dalam hal ini NAPZA digunakan dengan alasan pasien akan lebih baik atau memungkinkan untuk sembuh dari penyakit atau gangguannya.

C.      Penyalahgunaan NAPZA
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan sampai setelah terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah dan sering dianggap sebagai penyakit. Adiksi umumnya merujuk pada perilaku psikososial yang berhubungan dengan ketergantungan zat. Gejala putus zat terjadi karena kebutuhan biologic terhadap obat. Toleransi adalah peningkatan jumlah zat untuk memperoleh efek yang diharapkan. Gejala putus zat dan toleransi merupakan tanda ketergantungan fisik (Stuart & Sundeen, 1998).
1.      Rentang Respon Gangguan Penggunaan NAPZA
Rentang respons ganguan pengunaan NAPZA ini berfluktuasi dari kondisi yang ringan sampai yang berat, indikator ini berdasarkan perilaku yang ditunjukkan oleh pengguna NAPZA.
Respon adaptif                                                                                                 Respon Maladaptif
 

Eksperimental          Rekreasional              Situasional            Peyalahgunaan        Ketergantungan
(Sumber: Yosep, 2007)
  1. Eksperimental: Kondisi pengguna taraf awal, yang disebabkan rasa ingin tahu dari remaja. Sesuai kebutuan pada masa tumbuh kembangnya, klien biasanya ingin mencari pengalaman yang baru atau sering dikatakan taraf coba-coba.
  2. Rekreasional: Penggunaan zat adiktif pada waktu berkumpul dengan teman sebaya, misalnya pada waktu pertemuan malam mingguan, acara ulang tahun. Penggunaan ini mempunyai tujuan rekreasi bersama temantemannya.
  3. Situasional: Mempunyai tujuan secara individual, sudah merupakan kebutuhan bagi dirinya sendiri. Seringkali penggunaan ini merupakan cara untuk melarikan diri atau mengatasi masalah yang dihadapi. Misalnya individu menggunakan zat pada saat sedang mempunyai masalah, stres, dan frustasi.
  4. Penyalahgunaan: Penggunaan zat yang sudah cukup patologis, sudah mulai digunakan secara rutin, minimal selama 1 bulan, sudah terjadi penyimpangan perilaku mengganggu fungsi dalam peran di lingkungan sosial, pendidikan, dan pekerjaan.
  5. Ketergantungan: Penggunaan zat yang sudah cukup berat, telah terjadi ketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik ditandai dengan adanya toleransi dan sindroma putus zat (suatu kondisi dimana individu yang biasa menggunakan zat adiktif secara rutin pada dosis tertentu menurunkan jumlah zat yang digunakan atau berhenti memakai, sehingga menimbulkan kumpulan gejala sesuai dengan macam zat yang digunakan. Sedangkan toleransi adalah suatu kondisi dari individu yang mengalami peningkatan dosis (jumlah zat), untuk mencapai tujuan yang biasa diinginkannya.

2.      Penyebab Terjadinya Penyalahgunaan NAPZA
Harboenangin (dikutip dari Yatim, 1986) mengemukakan ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang menjadi pecandu narkoba yaitu faktor eksternal dan faktor internal.
a.      Faktor Internal
Faktor Kepribadian: Kepribadian seseorang turut berperan dalam perilaku ini. Hal ini lebih cenderung terjadi pada usia remaja. Remaja yang menjadi pecandu biasanya memiliki konsep diri yang negatif dan harga diri yang rendah. Perkembangan emosi yang terhambat, dengan ditandai oleh ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara wajar, mudah cemas, pasif, agresif, dan cenderung depresi, juga turut mempengaruhi.
Inteligensia: Hasil penelitian menunjukkan bahwa inteligensia pecandu yang datang untuk melakukan konseling di klinik rehabilitasi pada umumnya berada pada taraf di bawah rata-rata dari kelompok usianya.
Usia: Mayoritas pecandu narkoba adalah remaja. Alasan remaja menggunakan narkoba karena kondisi sosial, psikologis yang membutuhkan pengakuan, dan identitas dan kelabilan emosi; sementara pada usia yang lebih tua, narkoba digunakan sebagai obat penenang.
Dorongan Kenikmatan dan Perasaan Ingin Tahu: Narkoba dapat memberikan kenikmatan yang unik dan tersendiri. Mulanya merasa enak yang diperoleh dari coba-coba dan ingin tahu atau
ingin merasakan seperti yang diceritakan oleh teman-teman sebayanya. Lama kelamaan akan menjadi satu kebutuhan yang utama.
Pemecahan Masalah: Pada umumnya para pecandu narkoba menggunakan narkoba untuk menyelesaikan persoalan. Hal ini disebabkan karena pengaruh narkoba dapat menurunkan tingkat kesadaran dan membuatnya lupa pada permasalahan yang ada.
b.      Faktor Eksternal
Keluarga: Keluarga merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab seseorang menjadi pengguna narkoba. Berdasarkan hasil penelitian tim UKM Atma Jaya dan Perguruan Tinggi Kepolisian Jakarta pada tahun 1995, terdapat beberapa tipe keluarga yang berisiko tinggi anggota
keluarganya terlibat penyalahgunaan narkoba, yaitu:
-       Keluarga yang memiliki riwayat (termasuk orang tua) mengalami ketergantungan narkoba.
-       Keluarga dengan manajemen yang kacau, yang terlihat dari pelaksanaan aturan yang tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan ibu (misalnya ayah bilang ya, ibu bilang tidak).
-       Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang berkonflik. Konflik dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak, maupun antar saudara. Keluarga dengan orang tua yang otoriter. Dalam hal ini, peran orang tua sangat dominan, dengan anak yang hanya sekedar harus menuruti apa kata orang tua dengan alasan sopan santun, adat istiadat, atau demi kemajuan dan masa depan anak itu sendiri – tanpa diberi kesempatan untuk berdialog dan menyatakan ketidaksetujuannya.
-       Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut anggotanya mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi yang harus dicapai dalam banyak hal.
-       Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasan dengan alasan yang kurang kuat, mudah cemas dan curiga, sering berlebihan dalam menanggapi sesuatu.
Faktor Kelompok Teman Sebaya (Peer Group): Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu cara teman-teman atau orang-orang seumur untuk mempengaruhi seseorang agar berperilaku seperti kelompok itu. Peer group terlibat lebih banyak dalam delinquent dan penggunaan obat-obatan. Dapat dikatakan bahwa faktor-faktor sosial tersebut memiliki dampak yang berarti kepada keasyikan seseorang dalam menggunakan obat-obatan, yang kemudian mengakibatkan timbulnya ketergantungan fisik dan psikologis.
Faktor Kesempatan: Ketersediaan narkoba dan kemudahan memperolehnya juga dapat disebut sebagai pemicu seseorang menjadi pecandu. Pengalaman feel good saat mencoba drugs akan semakin memperkuat keinginan untuk memanfaatkan kesempatan dan akhirnya menjadi pecandu.
3.      Tanda dan Gejala Pengguna NAPZA
Pengaruh NAPZA pada tubuh disebut intoksikasi. Selain intoksikasi, ada juga sindroma putus zat yaitu sekumpulan gejala yang timbul akibat penggunaan zat yang dikurangi atau dihentikan. Tanda dan gejala intoksikasi dan putus zat berbeda pada jenis zat yang berbeda.

Tabel 1. Tanda dan Gejala Intoksikasi
Opiat
Ganja
Sedatif - Hipnotik
Alkohol
Amfetamine
* eforia
* mengantuk
* bicara cadel
* konstipasi
* penurunan
   kesadaran
* eforia
* mata merah
* mulut kering
* banyak bicara
   dan tertawa
* nafsu makan
   meningkat
* gangguan
   persepsi
* pengendalian
   diri berkurang
* jalan
   sempoyongan
* mengantuk
* memperpanjang
   tidur
* hilang
   kesadaran
* mata merah
* bicara cadel
* jalan
   sempoyongan
* perubahan
   persepsi
* penurunan
   kemampuan
   menilai
* selalu
   terdorong
   untuk
   bergerak
* berkeringat
* gemetar
* cemas
* depresi
* paranoid

Tabel 2. Tanda dan Gejala Putus Zat
Opiat
Ganja
Sedatif - Hipnotik
Alkohol
Amfetamine
* nyeri
* mata dan
   hidung berair
* perasaan
   panas dingin
* diare
* gelisah
* tidak bisa
   tidur
* jarang
  ditemukan
* cemas
* tangan gemetar
* perubahan
   persepsi
* gangguan
   daya ingat
* tidak bisa tidur
* cemas
* depresi
* muka merah
* mudah marah
* tangan gemetar
* mual muntah
* tidak bisa
   tidur
* cemas
* depresi
* kelelahan
* energi
   berkurang
* kebutuhan
   tidur
   meningkat

4.      Dampak Penggunaan NAPZA
Martono (2006) menjelaskan bahwa penyalahgunaan NAPZA mempunyai dampak yang sangat luas bagi pemakainya (diri sendiri), keluarga, pihak sekolah (pendidikan), serta masyarakat, bangsa, dan negara.
Bagi diri sendiri. Penyalahgunaan NAPZA dapat mengakibatkan terganggunya fungsi otak dan perkembangan moral pemakainya, intoksikasi (keracunan), overdosis (OD), yang dapat menyebabkan kematian karena terhentinya pernapasan dan perdarahan otak, kekambuhan, gangguan perilaku (mental sosial), gangguan kesehatan, menurunnya nilai-nilai, dan masalah ekonomi dan hukum. Sementara itu, dari segi efek dan dampak yang ditimbulkan pada para pemakai narkoba dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan/jenis: 1) Upper yaitu jenis narkoba yang membuat si pemakai menjadi aktif seperti sabu-sabu, ekstasi dan amfetamin, 2) Downer yang merupakan golongan narkoba yang dapat membuat orang yang memakai jenis narkoba itu jadi tenang dengan sifatnya yang menenangkan/sedatif seperti obat tidur (hipnotik) dan obat anti rasa cemas, dan 3) Halusinogen adalah napza yang beracun karena lebih menonjol sifat racunnya dibandingkan dengan kegunaan medis.
Bagi keluarga. Penyalahgunaan NAPZA dalam keluarga dapat mengakibatkan suasana nyaman dan tentram dalam keluarga terganggu. Dimana orang tua akan merasa malu karena memilki anak pecandu, merasa bersalah, dan berusaha menutupi perbuatan anak mereka. Stres keluarga meningkat, merasa putus asa karena pengeluaran yang meningkat akibat pemakaian narkoba ataupun melihat anak yang harus berulangkali dirawat atau bahkan menjadi penghuni di rumah tahanan maupun lembaga pemasyarakatan.
Bagi pendidikan atau sekolah. NAPZA akan merusak disiplin dan motivasi yang sangat tinggi untuk proses belajar. Penyalahgunaan NAPZA berhubungan dengan kejahatan dan perilaku asosial lain yang menganggu suasana tertib dan aman, rusaknya barang-barang sekolah dan meningkatnya perkelahian.
Bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Penyalahgunaan NAPZA mengakibatkan terciptanya hubungan pengedar narkoba dengan korbannya sehingga terbentuk pasar gelap perdagangan NAPZA yang sangat sulit diputuskan mata rantainya. Masyarakat yang rawan narkoba tidak memiliki daya tahan dan kesinambungan pembangunan terancam. Akibatnya negara mengalami kerugian karena masyarakatnya tidak produktif, kejahatan meningkat serta sarana dan prasarana yang harus disediakan untuk mengatasi masalah tersebut.

5.      Penatalaksanaan Klien Pengguna NAPZA
Penanggulangan masalah NAPZA dilakukan mulai dari pencegahan, pengobatan sampai pemulihan (rehabilitasi).
1)   Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan, misalnya dengan:
a)      Memberikan informasi dan pendidikan yang efektif tentang NAPZA
b)      Deteksi dini perubahan perilaku
c)      Menolak tegas untuk mencoba (“Say no to drugs”) atau “Katakan tidak pada narkoba”
2)   Pengobatan
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoksifikasi. Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala putus zat, dengan dua cara yaitu:
a)      Detoksifikasi tanpa subsitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat yang mengalami gajala putus zat tidak diberi obat untuk menghilangkan gejala putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.
b)      Detoksifikasi dengan substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian substitusi dapat juga diberikan obat yang menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat putus zat tersebut.
3)   Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial, dan spiritual. Sarana rehabilitasi yang disediakan harus memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan (Depkes, 2001).

Sesudah klien penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA menjalani program terapi (detoksifikasi) dan konsultasi medik selama 1 (satu) minggu dan dilanjutkan dengan program pemantapan (pascadetoksifikasi) selama 2 (dua) minggu, maka yang bersangkutan dapat melanjutkan ke program berikutnya yaitu rehabilitasi (Hawari, 2003).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar