A.
Definisi
NAPZA
NAPZA adalah
zat-zat kimiawi yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia, baik ditelan melalui
mulut, dihirup melalui hidung maupun disuntikkan melalui urat darah. Zat-zat
kimia itu dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan, dan perilaku
seseorang. Pemakaian terus menerus akan mengakibatkan ketergantungan fisik dan
atau psikologis. Risiko yang pasti terjadi adalah kerusakan pada sistem syaraf
dan organ – organ penting lainnya seperti jantung, paru-paru, dan hati
(www.unicef.org).
Untuk keterangan
lebih jelasnya NAPZA diklasifikasikan dalam beberapa jenis, yang mana keterangannya
akan dijelaskan pada lampiran.
B.
Penggunaan
NAPZA yang Dibenarkan
Sebetulnya NAPZA
banyak dipakai untuk kepentingan pengobatan, misalnya menenangkan pasien atau
mengurangi rasa sakit. Tetapi karena efeknya “enak” bagi pemakai, maka NAPZA
kemudian dipakai secara salah, yaitu bukan untuk pengobatan tetapi untuk
mendapat rasa nikmat.
Penggunaan NAPZA
yang dibenarkan tak terlepas dari alasan sebagai terapi medikasi, dalam hal ini
NAPZA digunakan dengan alasan pasien akan lebih baik atau memungkinkan untuk
sembuh dari penyakit atau gangguannya.
C.
Penyalahgunaan
NAPZA
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat
secara terus menerus bahkan sampai setelah terjadi masalah. Ketergantungan zat
menunjukkan kondisi yang parah dan sering dianggap sebagai penyakit. Adiksi
umumnya merujuk pada perilaku psikososial yang berhubungan dengan ketergantungan
zat. Gejala putus zat terjadi karena kebutuhan biologic terhadap obat.
Toleransi adalah peningkatan jumlah zat untuk memperoleh efek yang diharapkan.
Gejala putus zat dan toleransi merupakan tanda ketergantungan fisik (Stuart
& Sundeen, 1998).
1. Rentang Respon Gangguan
Penggunaan NAPZA
Rentang respons ganguan pengunaan NAPZA
ini berfluktuasi dari kondisi yang ringan sampai yang berat, indikator ini
berdasarkan perilaku yang ditunjukkan oleh pengguna NAPZA.
Respon adaptif Respon
Maladaptif
Eksperimental Rekreasional
Situasional Peyalahgunaan Ketergantungan
(Sumber:
Yosep, 2007)
- Eksperimental: Kondisi pengguna taraf awal, yang disebabkan rasa ingin tahu dari remaja. Sesuai kebutuan pada masa tumbuh kembangnya, klien biasanya ingin mencari pengalaman yang baru atau sering dikatakan taraf coba-coba.
- Rekreasional: Penggunaan zat adiktif pada waktu berkumpul dengan teman sebaya, misalnya pada waktu pertemuan malam mingguan, acara ulang tahun. Penggunaan ini mempunyai tujuan rekreasi bersama temantemannya.
- Situasional: Mempunyai tujuan secara individual, sudah merupakan kebutuhan bagi dirinya sendiri. Seringkali penggunaan ini merupakan cara untuk melarikan diri atau mengatasi masalah yang dihadapi. Misalnya individu menggunakan zat pada saat sedang mempunyai masalah, stres, dan frustasi.
- Penyalahgunaan: Penggunaan zat yang sudah cukup patologis, sudah mulai digunakan secara rutin, minimal selama 1 bulan, sudah terjadi penyimpangan perilaku mengganggu fungsi dalam peran di lingkungan sosial, pendidikan, dan pekerjaan.
- Ketergantungan: Penggunaan zat yang sudah cukup berat, telah terjadi ketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik ditandai dengan adanya toleransi dan sindroma putus zat (suatu kondisi dimana individu yang biasa menggunakan zat adiktif secara rutin pada dosis tertentu menurunkan jumlah zat yang digunakan atau berhenti memakai, sehingga menimbulkan kumpulan gejala sesuai dengan macam zat yang digunakan. Sedangkan toleransi adalah suatu kondisi dari individu yang mengalami peningkatan dosis (jumlah zat), untuk mencapai tujuan yang biasa diinginkannya.
2. Penyebab Terjadinya
Penyalahgunaan NAPZA
Harboenangin (dikutip dari Yatim, 1986)
mengemukakan ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang menjadi pecandu narkoba
yaitu faktor eksternal dan faktor internal.
a. Faktor
Internal
Faktor Kepribadian:
Kepribadian seseorang turut berperan
dalam perilaku ini. Hal ini lebih cenderung terjadi pada usia remaja.
Remaja yang menjadi pecandu biasanya memiliki konsep diri yang negatif dan
harga diri yang rendah. Perkembangan emosi yang terhambat, dengan
ditandai oleh ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara wajar,
mudah cemas, pasif, agresif, dan cenderung depresi, juga turut
mempengaruhi.
Inteligensia:
Hasil penelitian menunjukkan bahwa inteligensia pecandu yang datang untuk
melakukan konseling di klinik rehabilitasi pada umumnya berada pada taraf di
bawah rata-rata dari kelompok usianya.
Usia:
Mayoritas pecandu narkoba adalah remaja. Alasan remaja menggunakan narkoba karena
kondisi sosial, psikologis yang membutuhkan pengakuan, dan identitas dan
kelabilan emosi; sementara pada usia yang lebih tua, narkoba digunakan sebagai
obat penenang.
Dorongan Kenikmatan dan
Perasaan Ingin Tahu: Narkoba dapat
memberikan kenikmatan yang unik dan tersendiri. Mulanya merasa enak yang
diperoleh dari coba-coba dan ingin tahu atau
ingin merasakan seperti yang
diceritakan oleh teman-teman sebayanya. Lama kelamaan akan menjadi satu
kebutuhan yang utama.
Pemecahan Masalah:
Pada umumnya para pecandu narkoba menggunakan narkoba untuk menyelesaikan
persoalan. Hal ini disebabkan karena pengaruh narkoba dapat menurunkan tingkat
kesadaran dan membuatnya lupa pada permasalahan yang ada.
b. Faktor
Eksternal
Keluarga:
Keluarga merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab seseorang menjadi
pengguna narkoba. Berdasarkan hasil penelitian tim UKM Atma Jaya dan Perguruan
Tinggi Kepolisian Jakarta pada tahun 1995, terdapat beberapa tipe keluarga yang
berisiko tinggi anggota
keluarganya terlibat penyalahgunaan
narkoba, yaitu:
- Keluarga
yang memiliki riwayat (termasuk orang tua) mengalami ketergantungan narkoba.
- Keluarga
dengan manajemen yang kacau, yang terlihat dari pelaksanaan aturan yang tidak
konsisten dijalankan oleh ayah dan ibu (misalnya ayah bilang ya, ibu bilang
tidak).
- Keluarga
dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya penyelesaian yang
memuaskan semua pihak yang berkonflik. Konflik dapat terjadi antara ayah dan
ibu, ayah dan anak, ibu dan anak, maupun antar saudara. Keluarga dengan orang
tua yang otoriter. Dalam hal ini, peran orang tua sangat dominan, dengan anak
yang hanya sekedar harus menuruti apa kata orang tua dengan alasan sopan
santun, adat istiadat, atau demi kemajuan dan masa depan anak itu sendiri – tanpa
diberi kesempatan untuk berdialog dan menyatakan ketidaksetujuannya.
- Keluarga
yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut anggotanya mencapai
kesempurnaan dengan standar tinggi yang harus dicapai dalam banyak hal.
- Keluarga
yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasan dengan alasan yang kurang
kuat, mudah cemas dan curiga, sering berlebihan dalam menanggapi sesuatu.
Faktor Kelompok Teman
Sebaya (Peer Group): Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan
tekanan kelompok, yaitu cara teman-teman atau orang-orang seumur untuk
mempengaruhi seseorang agar berperilaku seperti kelompok itu. Peer
group terlibat lebih banyak dalam delinquent dan penggunaan
obat-obatan. Dapat dikatakan bahwa faktor-faktor sosial tersebut
memiliki dampak yang berarti kepada keasyikan seseorang dalam menggunakan
obat-obatan, yang kemudian mengakibatkan timbulnya ketergantungan fisik
dan psikologis.
Faktor Kesempatan:
Ketersediaan narkoba dan kemudahan memperolehnya juga dapat disebut sebagai
pemicu seseorang menjadi pecandu. Pengalaman feel good saat mencoba drugs
akan semakin memperkuat keinginan untuk memanfaatkan kesempatan dan akhirnya
menjadi pecandu.
3.
Tanda
dan Gejala Pengguna NAPZA
Pengaruh NAPZA pada tubuh disebut
intoksikasi. Selain intoksikasi, ada juga sindroma putus zat yaitu sekumpulan
gejala yang timbul akibat penggunaan zat yang dikurangi atau dihentikan. Tanda
dan gejala intoksikasi dan putus zat berbeda pada jenis zat yang berbeda.
Tabel
1. Tanda dan Gejala Intoksikasi
Opiat
|
Ganja
|
Sedatif - Hipnotik
|
Alkohol
|
Amfetamine
|
* eforia
* mengantuk
* bicara cadel
* konstipasi
* penurunan
kesadaran
|
* eforia
* mata merah
* mulut kering
* banyak
bicara
dan tertawa
* nafsu makan
meningkat
* gangguan
persepsi
|
* pengendalian
diri berkurang
* jalan
sempoyongan
* mengantuk
*
memperpanjang
tidur
* hilang
kesadaran
|
* mata merah
* bicara cadel
* jalan
sempoyongan
* perubahan
persepsi
* penurunan
kemampuan
menilai
|
* selalu
terdorong
untuk
bergerak
* berkeringat
* gemetar
* cemas
* depresi
* paranoid
|
Tabel 2. Tanda dan Gejala Putus Zat
Opiat
|
Ganja
|
Sedatif - Hipnotik
|
Alkohol
|
Amfetamine
|
*
nyeri
*
mata dan
hidung berair
*
perasaan
panas dingin
*
diare
*
gelisah
*
tidak bisa
tidur
|
*
jarang
ditemukan
|
*
cemas
*
tangan gemetar
*
perubahan
persepsi
*
gangguan
daya ingat
* tidak bisa
tidur
|
*
cemas
*
depresi
*
muka merah
*
mudah marah
*
tangan gemetar
*
mual muntah
*
tidak bisa
tidur
|
*
cemas
*
depresi
*
kelelahan
*
energi
berkurang
*
kebutuhan
tidur
meningkat
|
4.
Dampak
Penggunaan NAPZA
Martono (2006) menjelaskan bahwa
penyalahgunaan NAPZA mempunyai dampak yang sangat luas bagi pemakainya (diri
sendiri), keluarga, pihak sekolah (pendidikan), serta masyarakat, bangsa, dan negara.
Bagi
diri sendiri. Penyalahgunaan NAPZA dapat
mengakibatkan terganggunya fungsi otak dan perkembangan moral pemakainya, intoksikasi
(keracunan), overdosis (OD), yang dapat menyebabkan kematian karena terhentinya
pernapasan dan perdarahan otak, kekambuhan, gangguan perilaku (mental sosial),
gangguan kesehatan, menurunnya nilai-nilai, dan masalah ekonomi dan hukum.
Sementara itu, dari segi efek dan dampak yang ditimbulkan pada para pemakai
narkoba dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan/jenis: 1) Upper yaitu jenis narkoba
yang membuat si pemakai menjadi aktif seperti sabu-sabu, ekstasi dan amfetamin,
2) Downer yang merupakan golongan narkoba yang dapat membuat orang yang memakai
jenis narkoba itu jadi tenang dengan sifatnya yang menenangkan/sedatif seperti
obat tidur (hipnotik) dan obat anti rasa cemas, dan 3) Halusinogen adalah napza
yang beracun karena lebih menonjol sifat racunnya dibandingkan dengan kegunaan medis.
Bagi
keluarga. Penyalahgunaan NAPZA dalam keluarga
dapat mengakibatkan suasana nyaman dan tentram dalam keluarga terganggu. Dimana
orang tua akan merasa malu karena memilki anak pecandu, merasa bersalah, dan
berusaha menutupi perbuatan anak mereka. Stres keluarga meningkat, merasa putus
asa karena pengeluaran yang meningkat akibat pemakaian narkoba ataupun melihat
anak yang harus berulangkali dirawat atau bahkan menjadi penghuni di rumah
tahanan maupun lembaga pemasyarakatan.
Bagi
pendidikan atau sekolah. NAPZA akan merusak
disiplin dan motivasi yang sangat tinggi untuk proses belajar. Penyalahgunaan NAPZA
berhubungan dengan kejahatan dan perilaku asosial lain yang menganggu suasana
tertib dan aman, rusaknya barang-barang sekolah dan meningkatnya perkelahian.
Bagi
masyarakat, bangsa, dan negara. Penyalahgunaan
NAPZA mengakibatkan terciptanya hubungan pengedar narkoba dengan korbannya
sehingga terbentuk pasar gelap perdagangan NAPZA yang sangat sulit diputuskan
mata rantainya. Masyarakat yang rawan narkoba tidak memiliki daya tahan dan
kesinambungan pembangunan terancam. Akibatnya negara mengalami kerugian karena
masyarakatnya tidak produktif, kejahatan meningkat serta sarana dan prasarana
yang harus disediakan untuk mengatasi masalah tersebut.
5.
Penatalaksanaan
Klien Pengguna NAPZA
Penanggulangan masalah NAPZA dilakukan
mulai dari pencegahan, pengobatan sampai pemulihan (rehabilitasi).
1) Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan,
misalnya dengan:
a) Memberikan
informasi dan pendidikan yang efektif tentang NAPZA
b) Deteksi
dini perubahan perilaku
c) Menolak
tegas untuk mencoba (“Say no to drugs”) atau “Katakan tidak pada narkoba”
2) Pengobatan
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan
detoksifikasi. Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan
gejala putus zat, dengan dua cara yaitu:
a) Detoksifikasi
tanpa subsitusi
Klien ketergantungan putau (heroin)
yang berhenti menggunakan zat yang mengalami gajala putus zat tidak diberi obat
untuk menghilangkan gejala putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja
sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.
b) Detoksifikasi
dengan substitusi
Putau atau heroin dapat
disubstitusi dengan memberikan jenis opiat misalnya kodein, bufremorfin, dan
metadon. Substitusi bagi pengguna sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis
anti ansietas, misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara
penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian
substitusi dapat juga diberikan obat yang menghilangkan gejala simptomatik,
misalnya obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan
gejala yang ditimbulkan akibat putus zat tersebut.
3) Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan
secara utuh dan terpadu melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan
religi agar pengguna NAPZA yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai
kemampuan fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya pemulihan dan pengembangan
pasien baik fisik, mental, sosial, dan spiritual. Sarana rehabilitasi yang
disediakan harus memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan (Depkes,
2001).
Sesudah klien
penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA menjalani program terapi (detoksifikasi)
dan konsultasi medik selama 1 (satu) minggu dan dilanjutkan dengan program
pemantapan (pascadetoksifikasi) selama 2 (dua) minggu, maka yang bersangkutan
dapat melanjutkan ke program berikutnya yaitu rehabilitasi (Hawari, 2003).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar